Rumah, Lingkaran Sosial, dan Hari Esok


Di semester 3 lalu, mulai memasuki materi tentang perkotaan, banyak persepsi yang mulai bergeliat di kepala. Bahwa pertumbuhan kota yang linear mengikuti perkembangan jalan itu niscaya, bisa kita jumpai di mana-mana. Dan di dalam pertumbuhannya, peruntukan lahan di kanan dan kiri jalan-jalan protokol kota seharusnya dioptimalkan untuk penggunaan komersil dan jasa, dan sebagainya, dan sebagainya...


Kemudian aku berkaca pada kondisi rumah tinggal keluargaku yang berada di sebuah kota kecil di Jawa Tengah bagian selatan, Kebumen. Rumah tempat aku tumbuh sejak kecil itu sudah menjadi rumah tinggal sejak kakek dari Abi atau ayahku. Hmm, sudah sangat lama ia berdiri di sana. Dan posisinya berada di pinggir salah satu jalan utama yang membelah perkotaan Kebumen, Jalan HM Sarbini namanya. 

Dulu saat masih kecil, aku masih ingat ada banyak bus-bus besar yang lewat di depan rumah. Tronton yang jalannya lambat hingga truk gandeng yang tak kalah besar juga melintas di sana, membuat lantai rumah bergetar seperti gempa berskala kecil setiap kali ada yang lewat. Dulu tentunya jalanan belum seramai dan sepadat sekarang. Kendaraan-kendaraan besar itu juga selalu bisa menjadi tontonan asyik di sore hari. *tapi bukan untuk minta telolet ke sopir-sopir tentunya* hehe

Namun sejak jalan lingkar kota di bagian Selatan rampung dikerjakan, ditambah selesainya terminal baru, bus-bus dan kendaraan besar lainnya itu sudah tidak lagi melintas di depan rumah. Jalan di depan rumah pun terasa lebih lengang. Meski begitu pertumbuhan kota yang terjadi tetap berlanjut. Modernisasi mulai masuk ke kehidupan di kota kecil ini. Bangunan-bangunan khususnya komersil dan jasa semakin banyak bermunculan di sepanjang jalan itu. Saat SMP, aku mulai menyadari bahwa di sepanjang kurang lebih 2 kilometer jalan itu, hampir semuanya adalah pertokoan ataupun rumah makan. Hanya ada segelintir bangunan yang murni tempat tinggal. Dan salah satunya adalah rumahku.

Saat itu aku belum berpikir apa-apa. Hanya merasa lucu bahwa di antara sederet pertokoan, bengkel, dan rumah makan di pertetanggaan pinggir jalan itu, hanya rumahkulah yang benar-benar berbentuk rumah dari kenampakan mukanya. Hingga di masa SMA, kawasan di mana rumahku berdiri itu mulai terdengar disebut-sebut sebagai "segi tiga emasnya Kebumen". Sejak itu, semakin banyak lagi kegiatan perkotaan yang bermunculan di lingkungan sekitar rumahku itu.

Riuh ramainya suara kendaraan akan selalu terdengar, meski kendaraan besar sudah tidak berlalu-lalang, ini yang mungkin tetap paling terasa dari posisi rumah yang berada di pinggir jalan utama kota. Sejak pagi hari ketika anak-anak sekolah dan orang-orang yang bekerja mulai berangkat, siang dan sore hari ketika mereka kembali ke rumah, hingga malam hari saat orang-orang keluar mencari makan atau sekedar mencari angin. Hanya saat lewat tengah malam ketika jalanan mulai lengang. Itu pun terkadang aku sering terbangun kaget mendengar suara motor-motor yang digas kencang oleh anak-anak balapan. Atau suara-suara tiang lampu yang dipukul-pukul dengan besi oleh orang iseng atau entah siapa.

Ah, ada lebih banyak lagi ketidaknyamanan yang terasa tentunya...



Ini citra satelit google maps dari sebagian kecil perkotaan Kebumen,
lingkungan sekitar rumah...


Pengalaman hidup hampir 20 tahun di rumah itu, ditambah pola pikir yang terbentuk di dunia perkuliahan PWK di semester 3 sampai semester 4 yang sampai pada analisis dan perencanaan perkotaan saat itu, membuatku akhirnya berani membuka percakapan pada orang tua tentang apa yang sebenarnya kupikirkan.

"Mi, Ummi Abi nggak mau pindah rumah, po?" ujarku pada Ummi suatu hari saat pulang ke rumah.

Yang ada di pikiranku saat itu adalah, bahwa Ummi dan Abi sudah semakin berumur dan akan semakin bertambah usianya. Bahwa rasa-rasanya ingin melihat mereka menikmati hari tua nanti di lingkungan yang lebih nyaman, rumah yang asri dan lebih tenang, punya halaman luas seperti idaman Ummi. Dan pikiran-pikiran lain sebagainya.


Beberapa kali pertanyaan semacam itu kulontarkan tiap kali menyempatkan pulang ke rumah di hari-hari libur ataupun weekend. Tapi hanya kepada Ummi, haha.. Karena satu dan lain hal, pembahasan semacam ini belum berani jika kutanyakan langsung pada Abi. Mungkin karena aku tahu sejak dulu Ummi juga sudah mengajak Abi untuk pindah tinggal di rumah Mbah Putri, ibu dari Ummi, di desa, jauh dari pusat perkotaan. Tapi Abi pun juga menolaknya sejak dulu dengan berbagai alasan dan pertimbangan.

Ah, tapi rasanya kalau dulu kami pindah rumah aku juga akan menolak, haha. Terlalu jauh dari kehidupan sekolahku dan si adek jadi alasan utamanya. 
Ketika sekarang hanya menghitung tahun dengan jari hingga sampai pada masa pensiun Abi dan Ummi, gagasan itu pun lebih menguat.

"Kak, Abi udah mau kalo pindah," kata Ummi akhirnya ketika aku kembali pulang ke rumah suatu hari.

"Hah, yang bener, mi?" Aku sedikit tidak percaya. 

Selama meyakinkan Ummi di sela-sela pertanyaan dengan gagasan ilmu ke-pwk-an yang semakin menambah dorongan untuk pindah, aku sebenarnya belum pernah benar-benar memikirkan jika akhirnya keputusan pindah rumah disepakati.

"Iya, kemaren ada tawaran slot lahan di perumahan baru di daerah pinggir kota. Terus Ummi Abi udah ndaftar."

Sebetulnya (lagi) yang aku bayangkan dengan pindah rumah saat itu adalah dengan mencari kemungkinan lingkungan yang masih tidak jauh dari kota. Namun mendengar kabar itu aku pun melupakan hal esensial alasanku mau pindah rumah itu dan sedikit lega. Setidaknya untuk saat itu.



Beberapa bulan setelah pernyataan niat Ummi dan Abi untuk membeli tanah di sebuah perumahan baru yang akan dibangun, tiba-tiba kabar lain datang.

"Kak, Ummi Abi mau renovasi rumah. Bagian belakang nanti ditambah lantai duanya buat kamar adek sama ruang santai."

"Loh, katanya mau pindah rumah? Kok malah renovasi?"



akan berlanjut ke part2
...
-----------------------------------------------------------------------------------------------------

Sampai sini dulu sebelum mengular lebih panjang
Dipotong supaya tidak terlalu membosankan
*padahal entah siapa juga yang mau baca, haha


Sumber Foto :
- Photo by Qusai Akoud on Unsplash
- google.co.id/maps

Komentar

  1. aku yang baca, dan aku kaget pas bagian yang pindah rumah itu, haha :v

    BalasHapus
    Balasan
    1. wkwkwk kamu ga pernah tau kan?
      tiba tiba rumahnya udah jadi direnovasi, udah bagus aja haha

      Hapus

Posting Komentar